Hati, adalah organ tubuh manusia yang mempunyai beberapa fungsi, antara lain: menawarkan dan menetralisir racun, mengatur sirkulasi hormon, mengatur komposisi darah yang mengandung lemak, gula, protein, dan zat lainnya. Hati juga berfungsi sebagai pembuat empedu, suatu zat yang membantu pencernaan lemak. (dw.com)
Namun di dalam Islam, hati bukan hanya sebuah organ yang mengatur sirkulasi dalam tubuh saja. Hati memiliki peran yang besar dalam menentukan kualitas keimanan seseorang. Dalam Q.S Al-Hajj: 52-54, terdapat pengklasifikasian hati menjadi tiga bagian yaitu:
Hati yang sakit. Hati yang berpenyakit ini bisa dilihat dari kecenderungan pemilik hati tersebut untuk mengutamakan hawa nafsu dan syahwat, sombong, iri, dengki, dan sebagainya.
Hati yang mati. Adalah hati yang tidak menghamba kepada Allah. Benar-benar meninggalkan perintah Allah dan Rasulnya. Bisa dilihat dari jauhnya pemilik hati tersebut dari ajaran agama, kasar, menjadikan hal-hal yang bersifat keduniawian sebagai tujuan hidup tanpa mengindahkan ajaran agama, dan mengutamakan kepuasan hawa nafsu semata.
Hati yang selamat. Yaitu hati yang dimiliki oleh orang-orang beriman yang patuh dan taat kepada perintah Allah dan rasulnya. Pemilik hati yang selamat ini senantiasa memperbaiki diri dan fokus utamanya adalah akhirat.
Agar hati kita selalu bersih, maka kita dianjurkan untuk sering membaca Al-Qur’an dan senantiasa mengingat Allah. Dalam Islam, ada tekhnik penyucian diri yang biasa disebut dengan Tazkiyatun Nafs. Yaitu sebuah upaya untuk membersihkan jiwa, memperbaikinya dan menumbuhkannya agar menjadi semakin baik. Sebenarnya ada 6 tahapan dalam Tazkiyatun Nafs ini, namun kali ini pembahasan akan dikhususkan pada tekhnik pertama, yaitu tekhnik mengelola cinta.
Mengelola cinta ini diperlukan agar kita sebagai umat muslim bisa menentukan skala prioritas, bagaimana mengelola perasaan yang ada di dalam hati ini agar sesuai takaran, tidak berlebihan, dan yang paling penting tidak bertolak belakang dengan ajaran Allah. Kita mulai pembahasan dari skala paling kecil.
Cinta dalam bentuk kecenderungan. Adalah jenis cinta yang boleh disimpan di dasar hati dengan tidak berlebihan, dan jangan ditampakkan keluar. Obyek dari cinta jenis ini adalah harta benda. Anjuran untuk mengelola cinta jenis ini adalah dengan mencintai harta benda sesuai dengan manfaatnya saja dan jangan berlebih-lebihan. Perlu diingat juga jika harta benda hanyalah titipan dari Allah.swt.
Cinta dalam bentuk simpati. Obyek dari cinta jenis ini adalah manusia. Atau dengan kata lain merupakan rasa kemanusiaan tanpa membedakan suku, agama, dan lain sebagainya. Anjuran untuk mengelola cinta jenis ini adalah dengan berdakwah, mengajak manusia kepada kebaikan.
Cinta dalam bentuk Empati. Obyek dari cinta jenis ini terfokus pada sesama muslim. Anjuran untuk mengelola cinta jenis ini adalah dengan menganggap sesama muslim sebagai saudara.
Cinta sampai rindu. Obyek dari cinta jenis ini adalah anak, pasangan hidup dan keluarga. Cara mengekspresikan cinta jenis ini adalah dengan menyayangi, memperhatikan, membimbing, mengayomi.
Cinta mesra. Obyek dari cinta jenis ini adalah Rasulullah dan Islam. Cara mengekspresikan cinta jenis ini adalah dengan mengikuti ajaran Islam dengan taat, dan menjadikan Rasulullah sebagai panutan. Menjadikan Rasulullah sebagai panutan bisa dengan bersholawat dan mengerjakan sunnahnya.
Cinta menghamba/menyembah. Obyek dari cinta jenis ini haruslah hanya kepada Allah, dengan cara beribadah dan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah swt, serta menjauhi larangannya.
Pertama Allah, kemudian Rasul, Keluarga, sesama muslim, manusia, dan yang terakhir harta benda. Jangan sampai kita keliru menempatkan cinta pada keluarga setelah Allah, atau yang lainnya. Hati harus kita kelola sedemikian rupa agar sesuai dengan tuntunan agama. Sudut pandang ini akan sangat bermanfaat dalam mengarungi kehidupan. Ketika persentase hati kita lebih banyak untuk Allah, kemudian kita mengalami sebuah masalah atau semacamnya, maka pasti kita akan berkeyakinan bahwa semua yang terjadi adalah atas ijin Allah. Semoga Allah senantiasa memudahkan langkah kita untuk memperbaiki diri dan menyucikan hati.
Sebagian besar hasil tulisan ini berdasarkan pada materi taklim Ustadz Sani bin Hussein pada 27 September 2017 di studio Islamic Centre Samarinda.